LANGKAH KAKI
Tumpukan
kertas yang penuh dengan tulisan dan botol tinta terbuka dengan pena berdiri
diatasnya, meja kayu yang berbentuk unik, bahkan terlihat sudah reot dan sedikit
doyong. Cahaya merah menyala yang berasal dari tungku api menghangatkan malam
yang dingin, dibasahi rintikan air hujan, membuat suasana menjadi begitu
nyaman. Didepan meja kerja terdapat kursi goyang dan meja kecil bundar, diatasnya
ada satu buah gelas kayu dan lilin yang diwadahi besi berbentuk piring kecil,
hembusan asap tembakau menyelimuti api lilin dan terlihat tangan yang sedang
memegang pipa tembakau mengayun kesandaran tangan kursi goyang tersebut.
Pria tua
itu sangat menikmati hisapan tembakau, perlahan asap masuk ke tenggorokannya hingga
memenuhi isi paru-parunya. Disekelilingnya penuh dengan cahaya kecil berwarna-warni
yang beterbangan diseluruh ruangan, seperti kumpulan lebah yang sedang bermain,
bergerak melesat kesana kemari dengan begitu riang, pria tua itu juga tersenyum
seperti sedang memperhatikan cucu-cucunya bermain.
Hujan
diluar semakin deras hingga letupan suara petir menggelegar, menakuti para
cahaya kecil yang sedang bermain, mereka bergerak menghampiri pria tua itu,
seperti mencari perlindungan kepadanya. Pria tua itu tertawa dengan begitu geli
karena merasakan ketakutan anak kecil dari para cahaya-cahaya kecil.
“Tidak usah takut, itu cuma suara petir,” kata
pria tua dengan tertawa dan bangkit dari tempat duduknya, sambil berjalan menghampiri
jendela untuk menutupnya dengan pipa tembakau yang masih
dipegangnya .
“Dulu seseorang pernah menceritakan kepada ku asal
dari petir”. Cahaya-cahaya kecil itu terus mengikuti pria tua itu kemana pun ia
bergerak, pria itu berjalan menuju meja kecil disamping kursi goyang dan
menuangkan air kedalam gelas kayunya.
“apa kalian ingin dengar ceritanya?” pria tua itu
bertanya kepada para cahaya-cahaya kecil dan cahaya-cahaya kecil itu serempak
mengelilingi pria tua itu seperti menunggu ceritanya.
Ia pun
memulai ceritanya “pada waktu itu tak ada awan yang menghiasi langit, Tuhan
belum memberikan kita awan di langit. Seorang bocah laki-laki hidup sendiri
dibumi, belum ada manusia yang diciptakan selain dirinya, ia memiliki ekor
dibelakang dan ia pandai sekali melompat, berenang, bergelantungan, berlari. Penglihatan,
pendengaran dan juga penciumannya begitu tajam. Bocah itu berteman dengan
binatang dan tumbuhan yang hidup pada waktu itu. Pada suatu saat bocah
laki-laki itu sedang berada dipadang rumput yang begitu luas dan
ditengah-tengahnya terdapat danau yang begitu indah, airnya pun sangat jernih. Bocah
itu menyapa semua yang ada disana, dari pohon yang begitu besar dan memiliki
daun yang berwarna-warni dan mengeluarkan cahaya “Hi tuan pohon yang indah dan
perkasa” sapanya, pohon besar itu pun bergerak membungkukkan badannya.
“Hi teman kecil” sambil menjatuhkan tetesan air
dari daun-daunnya yang juga berwarna-warni, membasahi bocah laki-laki itu, ia
pun terlihat senang bermain dengan tetesan air dari pohon itu. Bocah itu berlari terloncat-loncat dengan riangnya.
Didekat danau yang dipenuhi binatang-binatang yang meminum air dari danau,
bocah itu menyapa temannya yang seekor binatang besar, bentuknya seperti kingkong
atau gorila, ia memiliki ekor dari api dan seluruh matanya berwarna merah
menyala, seluruh bulunya berwarna putih bersih seperti tidak ada satupun
kotoran yang dapat melekat. “Hari ini indah, langitpun begitu cerah” kata bocah
kecil itu sambil memeluk tangan temannya yang begitu besar, bahkan ukuran
tangan temannya itu lebih besar dibandingkan dengan tubuhnya, tubuh bocah itu
tak lebih tinggi dari siku lengan temannya dengan mata yang tetap menatap
kearah langit “ya, hari ini sangat indah” perlahan mahluk besar itu menggerakan
kepalanya melihat kearah bocah itu “aku mau tunjukan sesuatu padamu, ikuti aku!”
Suara
merdu tembakau yang terbakar dari hisapan pria tua yang begitu menikmati
hisapan asap dari pipa tembakaunya dan hembusan asap beterbangan mengisi udara
diruangan itu, lalu ia memulai lagi ceritanya. “Mereka melesat sangat cepat,
begitu cepatnya hingga hanya terlihat percikan api dari si mahluk besar itu dan
percikan cahaya berwarna biru dari bocah itu. Gunung es menjulang tinggi
menembus lapisan langit bumi, disana mereka tiba
“kenapa kamu bawa aku kesini?” tanya bocah itu,
sambil berjalan bersama menuju puncak gunung itu, mahluk besar itu menceritakan
apa yang terjadi sebelum bocah itu ada dibumi
“Gunung ini sangat tinggi, karena begitu tingginya
belum pernah ada yang melihat puncak gunung ini, tidak sedikit mahluk-mahluk
yang memiliki kemampuan untuk terbang mencoba menembus langit demi mencapai
puncak gunung ini, tapi tidak ada satupun yang pernah berhasil”
“mengapa? Mereka kan seharusnya bisa dengan mudah
menuju puncak gunung ini dengan terbang, dibandingkan dengan kita yang berjalan
kaki atau berlari. Lompatan ku pun tidak setinggi itu untuk menembus langit.”
“Karena itu kamu aku bawa kesini, langit ini
memiliki batas seperti sebuah lapisan yang tidak dapat kita tembus. Aku
membawamu kesini karena aku melihat kamu turun dari langit, belum ada dari kami
yang pernah menembus batas langit.”
“Aku tidak ingat sama sekali hal itu.”
“Tentu saja, pada saat aku melihat kamu jatuh dari
langit, saat itu juga.. aku menghampiri kamu yang tergeletak ditanah tidak
sadarkan diri dan hingga kini semua belum terjawab, aku mengajakmu kesini untuk
kita mencari jawabannya bersama.”
“Bagaimana caranya?”
“Aku mempunyai firasat kalau kamu bisa menembus
batas langit. Kamu pernah mencoba sebelumnya?”
“Belum, aku belum pernah mencobanya, mungkin kamu
bisa menunjukan kepada ku atau aku melompat saja sekarang, aku yakin lompatan
ku bisa menembus langit” bocah itu pun mencoba melompat setinggi-tingginya yang
ia bisa, tapi aneh sekali lompatannya tak lebih dari kepala mahluk besar itu
“Kenapa ini aku tidak bisa melompat tinggi seperti
biasanya?!” dengan heran bocah itu melompat-lompat terus dan mahluk besar itu
menyuruhnya berhenti dengan tangannya yang besar menahan pundak bocah itu
“Baiklah hanya ada satu cara untuk mengetahuinya
karena aku pun belum pernah mencobanya”
“Bagaimana caranya?”
“Dengan mendaki gunung ini” mereka pun melanjutkan
pendakiannya.
Ditengah
pendakiannya mereka diterjang oleh badai dengan angin sangat kencang
“Bertahanlah!! Tak lama lagi kita sampai” seru
mahluk besar itu, bocah itu pun terus mengikuti berjalan dibelakangnya, ia
sangat berhati-hati melangkah karena tanah dan batu yang ia pijak tiba-tiba
longsor dibagian pinggirnya. Bocah itu berusaha menghindari longsor itu agar
tidak terjatuh, mahluk besar itu menoleh kebelakang dan mengulurkan tangannya
agar bocah itu tidak terjatuh
“Hati-hati.. Cuaca semakin memburuk, gunung ini tidak
stabil” sambil memegang tangannya bocah itu berkata
“Iya.. aku tidak apa-apa” dan mereka pun terus
berjalan. Angin berhembus semakin kencang, terdengar suara gemuruh seperti
longsoran bebatuan yang menggelinding dari atas gunung itu, mereka terus
berjalan dengan hati-hati. Dari kejauhan mereka melihat lubang besar didinding
gunung, bentuknya seperti goa. Mereka segera menuju goa itu untuk berlindung
dari badai. Sesampainya mereka di mulut goa, mereka tercengang karena lubang
yang mereka lihat dari kejauhan ternyata memiliki lapisan seperti dinding
cahaya berwarna mirip dinding es “Apa ini?” tanya bocah itu dengan heran
“Entahlah aku pun belum pernah melihat hal seperti
ini sebelumnya” dan si mahluk besar itu pun mencoba menjulurkan tangannya
dengan sangat perlahan untuk mencoba apa dinding ini aman untuk dilewati. Tapi
ia tidak bisa menembusnya karena terhalang oleh cahaya itu
“Biar aku mencobanya” seru bocah itu. Perlahan ia
menjulurkan tangannya, sebelum tangan bocah itu menyentuh dinding cahaya,
keluar percikan cahaya berwarna – warni, menyambar-nyambar tangan bocah itu, ia
tetap melanjukannya. Tangan bocah itu berhasil menembus dinding cahaya dan
perlahan ia mulai bergerak melewati dinding cahaya itu. Seluruh tubuhnya
dikelilingi oleh sambaran percikan cahaya dari dinding itu, ia pun berhasil
menembus dinding cahaya dan seketika pula dinding itu menghilang seperti
terserap oleh tubuh bocah itu. “Apa ini? Apa
yang terjadi pada ku?” tanya bocah itu kepada mahluk besar itu yang masih
berada diluar mulut goa
“Aku tidak tau, sepertinya seluruh cahaya itu
terserap oleh tubuh mu. Sekarang tubuh mu dikelilingi cahaya dari dinding itu
yang menyambar-nyambar seperti melindungi tubuh mu. Kamu baik-baik saja? Apa
yang kau rasakan?”
“Entahlah, aku tidak merasa tersakiti oleh cahaya
ini, malah seperti ada lapisan lain dari tubuh ku selain kulit yang
melindungiku” “Baiklah, mari kita lanjutkan”
Mereka
berdua mulai menyusuri jalan memasuki goa, goa itu sangat panjang seperti tak
berujung, dinding-dinding goa dipenuhi bebatuan yang berkilau dan bereaksi
kepada cahaya yang mengelilingi tubuh bocah itu, seperti mereka saling memiliki
energi yang sama, saling tarik menarik energi masing-masing. Mahluk besar itu
pun memperhatikannya, merasa sedikit khawatir juga waspada dan aneh dengan apa
yang terjadi pada reaksi itu. Ia berjalan dibelakang bocah itu untuk berjaga –
jaga bila terjadi sesuatu. Perjalanan mereka menyusuri goa itu tetap tidak
menemukan ujungnya, hingga dari kejauhan terdengar suara seperti suara tetesan
air yang terjatuh menyentuh benda yang cair.
“Kamu dengar suara itu” tanya bocah kecli
“Ya aku mendengarnya, sepertinya kita sudah tidak
jauh lagi dari ujung goa ini. Ayo terus berjalan!”
“Baiklah!!” sambil menundukan kepalanya dan
seketika pula bocah itu mendongakan kepalanya kearah kawannya yang berada
didepannya sambil mengeluarkan pertanyaan
“Kamu terlihat sangat khawatir?! Apa pernah kamu
kesini sebelumnya?” “Jujur saja ini pertama kali aku mendaki setinggi ini, aku
pun belum pernah melihat goa ini apalagi lapisan cahaya dari mulut goa yang
sekarang mengelilingi mu. Karena itu aku berjaga-jaga, aku tidak mau terjadi
hal yang tidak kita harapkan”
“Ini juga pertama kalinya aku pergi dari hutan
sejauh ini, ibu pohon selalu mengawasi dan berkata
“Jangan kamu tinggalkan hutan!!! (sambil menirukan
cara bicara ibu pohon) kamu juga Kipa selalu mengawasiku, selain itu aku juga
tidak tertarik karena kawan-kawan ku semuanya berada dihutan jadi aku tidak
punya keinginan sama sekali untuk keluar hutan. Kawan ku juga tidak ada yang
pernah mengajak ku keluar hutan”
“Baguslah.. Bukan aku melarang tapi itu semua demi
kebaikan mu karena kamu belum pernah keluar hutan sekali pun” dengan tangan
yang mengepal sambil memukul dadanya bocah itu berkata
“Aku bisa menjaga diriku sendiri, Kipa!” si mahluk
besar itu atau Kipa, nama yang bocah itu sebutkan tadi, menoleh kebelakang
melirik bocah itu dan langsung memalingkan lagi wajahnya kedepan, bocah itu pun
menyelesaikan pose percaya dirinya dan melanjutkan perjalanan mengikuti Kipa
didepannya.
Suara
tetesan itu semakin dekat dan terdengar begitu jelas, mereka sudah tidak jauh
lagi dari sumber suara itu berasal
“Kipa, aku rasa kita sudah semakin dekat”
“Ya.. Kita harus lebih berhati-hati! Kita tidak
tau ada apa lagi disana” langkah demi langkah mereka bergerak mendekati sumber
suara itu dan cahaya dari tubuh bocah itu terus bereaksi dengan batu disekitarnya.
Tak lama “Kipa lihat! Itu dia suara tetesan yang
kita dengar dari tadi” Mereka pun mendekati hingga mereka benear-benar berada
tepat didepan kolam yang berisikan cahaya biru dan berbentuk seperti air, dari
atas, bebatuan yang lancip menetes cahaya biru satu per satu. “Aku kira air dari
awal kita mendengarnya, suaranya mirip sekali sama tetesan air” seru bocah itu.
Dengan teliti Kipa memperhatikan kolam cahaya tersebut
“Cahaya dikolam dan tetesan ini sama seperti
cahaya yang mengelilingi tubuh mu”
“Betul.. Apa sebaiknya aku sentuh?”
“Tunggu dulu! Kita belum tau ini apa” Kipa melihat
sekitar dan mengambil salah satu batu kecil yang berada disekitarnya dan
melemparkannya ke arah kolam cahaya, saat batu itu melayang di udara, percikan
cahaya biru disekujur tubuh bocah itu menyambarnya, seketika pula batu itu
masuk kedalam kolam cahaya. Tidak terjadi apa-apa selama beberapa saat dan
seketika saja BOOM... cahaya itu meledak mengarah keatas tidak terbendung,
dinding batu yang berada dibagian atas seolah-olah tertembus, mereka berdua
tersentak kaget dan melangkah mundur dengan perlahan sambil menyaksikan apa
yang sedang terjadi didepan mereka, tak lama setelah ledakan itu, dinding-dinding
goa mulai bergetar dan runtuh
“Ro.. Apa yang kamu tunggu lagi, ayo keluar dari
sini!!” Ro yang masih terperangah melihat letupan kolam cahaya itu langsung
ditarik oleh Kipa dengan memegang tangannya. Ro pun tersadar bahwa ia ditarik
“Kipa tunggu...!!!” seketika saja Kipa pun berhenti
“Apa lagi? Kamu mau kita terkubur oleh runtuhan
goa ini?!”
“Lihat..!!! kita tidak sedikit pun tersentuh
reruntuhan ini, cahaya disekeliling tubuh ku melindungi kita” Kipa
memperhatikan sekitarnya dan benar tidak ada satu pun runtuhan dinding goa itu
yang menyentuh mereka berdua, setiap reruntuhan yang jatuh kearah mereka hancur
lebur tidak tersisa tersambar oleh cahaya dari tubuh Ro. Mereka berdua pun
berdiri diam ditempat sambil memperhatikan ledakan cahaya kolam itu, seperti
tidak akan berhenti.
Dari
hutan, para penghuni hutan melihat sebuah cahaya yang menjulang tinggi keatas
keluar menembus langit dari gunung itu, para penghuni hutan terheran – heran dan
saling bertanya satu sama lainnya, ibu pohon pun mengutus salah satu penghuni
hutan untuk memastikan tidak terjadi apa-apa pada Kipa dan Ro. Diutuslah Asa
mahluk berwujud seperti bayangan yang sangat cepat seperti asap yang tertiup
angina sangat kencang dan dapat diandalkan untuk mengintai, Asa langsung
bergerak menuju gunung itu untuk melihat apa yang terjadi dan bagaimana keadaan
Kipa juga Ro. Sementara itu para ibu pohon yang juga ditemani bapak pohon
menunggu gelisah dan berharap tidak terjadi hal buruk pada mereka berdua.
Suara air terdengar, pria tua itu
menuangkan air kedalam gelas kayu dan meminumnya, cerita terhenti sesaat, para
cahaya-cahaya kecil yang sedang mendengarkan cerita dari pria tua itu terlihat
begitu seru menyimak ceritanya
“Sekarang
sudah larut malam, lebih baik kita semua beristirahat, akan aku lanjutkan lagi
ceritanya besok” serempak cahaya-cahaya kecil itu berputar-putar mengelilingi
pria tua itu seakan-akan mereka tidak mau beristirahat karena masih ingin
mendengarkan lanjutan ceritanya. Pria tua itu tertawa sambil menghisap pipanya
dan beranjak berdiri dari kursi goyangnya
“Hohoho...
Sudah sudah.. Aku janji akan melanjutkannya esok, sekarang waktunya istirahat”
para cahaya itu pun mengikuti pria tua yang mulai mematikan satu persatu lilin
pencahayaan untuk beristirahat, dengan terpaksa cahaya – cahaya kecil itu
kembali ketempat mereka masing-masing yang berbentuk bulat dan memiliki lubang
ditengahnya sebagai pintu masuk. Tempat mereka terbuat dari serat-serat ajaib
yang dapat mengeluarkan warna cahaya dari mereka yang dibikin oleh pria tua itu
dan disesuaikan dengan warna mereka masing-masing, ada yang berwarna merah,
ungu, kuning, biru, hijau, putih, hitam. Mereka berjumlah 7 para cahaya kecil
yang tinggal dengan pria tua itu.
“Selamat
isitrahat kalian semua” sambil berjalan menuju ranjangnya, pria tua itu pun
melepaskan alas kakinya dan mulai merebahkan tubuhnya diranjang kayu yang
sederhana tapi kokoh dan nyaman, tak lama ia pun mulai memejamkan matanya untuk
menyambut hari esok, seluruh ruangan pun sudah bernuansa redup dengan cahaya
dari tempat istirahat para cahaya kecil yang berwarna-warni menghiasi malam itu.
-BERLANJUT-