Sunday, May 12, 2019

RO DAN KIPA - TUMBUH

TUMBUH




Pagi pun menjelang, pak tua terbangun dan membuka matanya, menghirup udara segar pagi hari lalu bangkit dari tempat tidurnya. Para cahaya kecil pun ikut terbangun dari tidurnya lalu menghampiri dan mengelilingi pak tua itu. Seperti biasa mereka selalu melakukan rutinitas bernyanyi di pagi hari sebagai bentuk menyambut telah datangnya pagi.

“Dengarlah burung-burung bernyanyi”
 Menyambut pagi
 Rasakan sejuk udara embun pagi
 Membuka mata kita
 Biarkan wajah terusap air
 Sikatlah gigi keatas kebawah
 Hingga bersih
 Kenakan pakaian mu tersenyum
 Dan mari kita sambut pagi dengan
 Salam
“Selamat pagi” 

Pak tua itu bernyanyi bersama para cahaya kecil yang gembira menemaninya sambil menari-nari mengelilinginya. Sesudah pak tua itu siap, ia melangkah menuju pintu rumahnya dengen peralatan berkebun milik nya. Pak tua memiliki kebun yang indah, ditanami beberapa tanaman dari buah-buahan hingga beraneka ragam jenis-jenis bunga. Pak tua itu segera mempersiapkan alat berkebunnya dan mulai merapikan tanaman buah-buahan dan para cahaya kecil bahu-membahu mengambil air untuk menyiram bunga-bunga yang cantik dan warna-warni, selagi mereka menyiram bunga, pak tua membersihkan tanaman liar yang tumbuh disekitaran kebun dan memetik buah-buahan yang sudah siap dipanen. Sambil bersenandung dan bersiul yang terdengar dari suara pak tua itu, mereka terlihat begitu gembira dan menikmati aktivitas berkebun karena hasil dari kebun bisa digunakan untuk dimakan dan juga bisa untuk menghias rumahnya, bahkan pak tua juga menjual beberapa hasil dari perkebunannya.

Setelah buah-buahan dipetik dan seluruh tanaman telah disiram dan matahari pun sudah terasa panas terik, berada tepat diatas kepala, bertanda hari sudah mulai siang para cahaya kecil membantu pak tua dengan mengangkat keranjang buah-buahan ke dalam rumah setelah semua buah sudah dicuci oleh pak tua. Pak tua memutuskan beristirahat dibawah pohon kesukaannya yang memiliki batang dan dedaunan yang rindang menyejukkan, pohon ini juga memiliki buah yang sedikit mirip dengan buah ceri, berwarna merah dan menyala seperti seperti mengeluarkan cahaya dari bagian dalam buahnya. Setelah menaruh keranjang buah kedalam rumah para cahaya kecil segera bergabung dengan pak tua yang sedang menikmati minum nya dibawah pohon yang disebut pohon “Agramor”, pohon yang memiliki buah yang mampu menyembuhkan segala macam penyakit dan konon siapa yang memakan buah ini akan memiliki kekuatan maha dahsyat. Pak tua adalah salah satu penjaga pohon Agramor, jangan sampai kemampuan buah Agramor yang maha dahsyat dimakan oleh orang yang salah karena kekuatan buah Agramor ini bisa menghancurkan negri “Neohport”

Selagi mereka sedang beristirahat dibawah pohon Agramor, terlihat seseorang berjalan menuju kearah mereka, salah satu cahaya kecil bergerak-gerak seolah sedang memberitahukan pak tua ada seseorang yang berjalan menghampiri mereka, pak tua itu pun melihat kearah datangannya seseorang pria pengembara itu yang mengenakan jubah hitam dan tutupan kepala dari jubahnya, pak tua pun berdiri untuk menyambut kedatangannya karena pengembara itu langsung berjalan mengarah kepadanya dan si cahaya kecil berwarna ungu yang tadi memberi tahukan kehadiran orang asing itu, bergerak menghampirinya dan mengelilingi orang asing itu untuk memastikan apa dia berbahaya atau tidak.
Pria misterius itu langsung bertanya “Selamat siang.. Saya mencari seseorang yang memiliki pohon ini, apa anda bisa membantu saya?”

Para cahaya kecil berputar mengitari pria misterius itu dengan terlihat begitu agresif hingga ada beberapa yang menabrak tubuh pria misterius itu, tentu saja itu si cahaya kecil berwarna kuning yang selalu ceroboh, pria misterius itu tetap berdiri tegap dengan tatapan menghadap pria tua yang berdiri didepannya, karena pria tua itu melihat tingkah para 7 cahaya kecil sudah mengganggu pria misterius yang sesungguhnya ia pun tidak pernah melihat wajah disekitar para  penghuni hutan, pria tua menyuruh para cahaya kecil untuk tidak mengganggu pria misterius itu sambil berkata kepadanya
“Ya.. Bila anda tidak keberatan, perkenalkan diri anda maka saya akan menjawab pertanyaan anda dengan senang hati dan saya akan lakukan yang terbaik untuk membantu anda”

Dengan begitu misteriusnya pria itu tetap terlihat seperti orang yang memiliki sikap pria terhormat, ia memperkenalkan dirinya dengan tatakrama yang baik kepada pria tua “Perkenalkan nama saya “Karamus” – saya hanya seorang pria pengembara yang mencari bahan-bahan untuk obat-obatan saya, karena disebuah hutan dalam perjalanan saya melewati tempat yang sedang terjangkit wabah penyakit mematikan.” “Bagaimana anda bisa tau tentang pohon Agramor ini karena pohon ini tidak bisa tumbuh begitu saja dan ini satu-satunya pohon Agramor yang tersisa diseluruh belahan hutan di negeri ini.” Sambil membuka tudung kepala jubahnya Karamus memberi tahu kepada pria tua itu
“Suatu hari saya mencoba mencari informasi tentang jenis wabah penyakit itu di perpustakaan kota, saya menemukan catatan sebuah pohon yang sangat melegenda, bahkan saya sempat bertanya kepada orang disekitar situ, belum pernah ada yang melihatnya.”
“Lalu bagaimana akhirnya anda mengetahui tempat ini?”
“Saya mendatangi sorang penyihir, ia berkata ikuti hembusan angin menuju utara, bila arah saya benar saya akan menemukan tiga rintangan. Awalnya saya berfikir hanya akan menemukan rintangan berupa medan-medan yang sulit untuk dilalui tapi ternyata tidak hanya itu, saya bahkan dan harus berhadapan dengan makhluk besar yang begitu kuat dan saya harus melaluinya dengan tidak membunuhnya seperinya yang di perintahkan oleh penyihir, selain itu saya ini seorang penyembuh, saya memperjuangkan nyawa seseorang untuk tetap hidup bukan malah sebaliknya saya mengambil nyawa mahluk hidup yang satu demi menyelamatkan mahluk hidup yang lainnya.” Pria tua itu menghentikan cerita Karamus untuk memintanya mengikutinya masuk kedalam rumahnya karena pria tua itu berfikir Karamus pasti kelelahan setelah perjalanan dia yang jauh untuk sampai kehutan ini, memang bukan perkara yang mudah untuk datang kehutan ini
“Baiklah.. tahan dulu cerita mu, mari ikut saya kedalam rumah, saya mempunyai sedikit makan dan minuman yang bisa anda santap sambil bercerita karena saya tau perjalanan anda pasti cukup melelahkan.”

Karamus-pun mengikuti pria tua dan bersama-sama berjalan kedalam rumahnnya sambil membawa peralatan berkebunnya. Para tujuh cahaya kecil pun mengitari Karamus yang berjalan dibelakang pria tua itu dengan rasa yang masih mencurigai Karamus.
“Para cahaya kecil ini milik anda?”
“Mereka tinggal dengan saya, mereka adalah sahabat saya yang selalu menemani saya kapan-pun dan dimana-pun. Tidak perlu khawatir mereka anak-anak baik, mereka hanya sedang tertarik dengan kedatangan-mu, orang yang belum pernah mereka lihat.” Pria tua itu berjalan sambil menoleh kebelakang dengan senyuman kearah Karamus.

Suara pintu rumah terdengar sedang dibuka oleh pria tua itu, sebelum masuk kerumahnya pria tua itu meletakan peralatan berkebunnya disamping pintu rumah. Karamus masih berada tepat di belakang pria tua itu mengikuti masuk kedalam rumahnya begitu pula dengan para cahaya kecil ikut masuk kedalam rumah, sampai-sampai salah satu dari mereka si cahaya biru menabrak pintu rumah karena sambil bercanda berdesakan masuk kerumah dengan saudara-saudaranya.

Karamus begitu takjub melihat isi dalam rumah pria tua itu yang dipenuhi dengan aneka ragam benda-benda ajaib dan aneh, seperti tempat tidur para cahaya kecil yang terlihat olehnya seperti bentuk sangkar burung yang terbuat dari serah-serat batang pohon yang bersinar mengeluarkan cahaya warna-warni. Cahaya biru yang masuk paling terakhir setelah menabrak pintu terlihat agak sedikit sempoyongan, ia bergerak menghampiri saudara-saudara tapi alhasil karena ia masih sempoyongan ia pun menabrak Karamus dan terjatuh ke lantai. Karamus yang merasakan hentakan dipundak kiri belakangnya menoleh dan melihat si cahaya biru terjatuh, segera Karamus jongkok untuk membantu si cahaya biru lalu mengangkatnya dengan kedua tangannya. Para cahaya kecil yang lain terkejut melihat Karamus yang membantu si cahaya biru dengan kedua tangannya, seketika itu pula si ungu menghapiri dan langsung bergerak menyerang tangan Karamus dengan percikan cahayanya yang dapat mengalirkan energi yang terasa seperti tersengat. Karamus pun terhentak kaget karena sengatan si cahaya ungu yang berniat melindungi si biru, ungu takut kalau Karamus bisa saja menyakiti saudaranya. Karamus pun melepaskan cahaya biru dari kedua telapak tangannya. Seketika itu pula pria tua yang melihat kelakuan para cahaya kecil menegur para cahaya itu dan meminta mereka untuk bersikap ramah kepada Karamus
“Heyy!!! Jaga sikap kalian kepada tamu kita!!!” para cahaya kecil itu pun menghentikan penyerangannya kepada Karamus, yang sesungguhnya hanya si ungu yang melakukan penyerangan dengan mengeluarkan percikan cahayanya, sedangkan yang lain hanya mendekati tangan Karamus dan mengelilinginya saja. Para cahaya lain tidak terima dan memarahi si ungu karena mereka jadi ikut disalahkan. Setelah menegur para cahaya kecil ia mempersilakan Karamus
“Silakan duduk pengembara.” Sambil menolah-noleh melihat seisi rumah ia berkata
“Rumah anda sungguh mengesankan, banyak sekali benda ajaib” lalu Karamus menarik kursi dari meja yang terlihat seperti meja makan dengan buah-buahan yang tersedia diatas meja dan pria tua itu berjalan menghampirinya dengan membawa segelas air minum untuk Karamus
“Silakan diminum sebelum anda melanjutkan cerita, jangan sungkan-sungkan silakan dinikmati buah-buahan yang ada, ini semua hasil dari kebun saya sendiri, masih sangat segar!!” Karamus dengan lahap langsung menyantapnya, begitu enak sekali semua buah – buahan yang dicoba, sampai – sampai ia kehabisan kata – kata. Pria tua itu kembali bertanya keapa Karamus
“lalu.. apa yang ingin kau tanyakan?” Karamus pun berhenti mengunyah makanan nya
“iya.. sesungguhnya saya kesini ingin menanyakan tentang pohon Agramor, apa kah benar ia dapat menyembuhkan segala macam penyakit?” “untuk apa kamu sangat menginginkan buah Agramor?”
“seluruh desa saya sedang diserang oleh wabah yang misterius, saya berusaha untuk menyembuhkannya tapi semua cara yang saya lakukan tidak ada satu pun yang berhasil. Tak lama saya mendengar rumor ada seorang penyihir yang mengetahui letak pohon ajaib. Awalnya saya percaya dengan rumor itu, hingga saya menemukan penyihir tersebut dan ia menceritakan segalanya kepada saya tentang ada nya pohon itu tapi saya harus melewati rintangan untuk melewati hutan Agramor, ada tiga rintangan yang berupa mahluk – mahluk penjaga hutan, mereka adalah batu, air dan udara.”
“bagaimana akhirnya kau berhasil melewati mereka tanpa membunuh atau menyakiti mereka? Karena bila diantara mereka ada yang terbunuh maka kamu akan kembali ke titik awal sebelum kamu memasuki hutan Agramor dan bagaiman juga kamu bisa tau bahwa pohon itu adalah pohon Agramor?” pak tua itu bertanya sambil memasukan tembakau kedalam pipa hisapnya.
“Pada saat saya pertama kali memasuki hutan terasa tenang dan seperti tidak akan adanya kendala dalam perjalanan saya tapi semakin saya memasuki hutan saya menemukan sebongkah batu yang begitu besar, saya kira itu hanya batu biasa, tiba – tiba semua batu kecil yang ada disekitar situ bergerak menghampiri batu besar itu dan menyatu sehingga menjadi sesosok mahluk besar. Saya memperhatikan nya hingga mahluk itu berdiri dan menatap kearah saya, ia pun mengayunkan tangannya untuk menyerang saya, saya berusaha menghindari semua serangan mahluk tersebut. Tebasan mahluk itu sungguh kuat, apa pun yang mengenai tebasan tangannya hancur, pohon yang terkena hembusan angin dari kibasan tangan nya pun akan tumbang. Saya hanya berlari disekitarannya untuk menghindari serang mahluk tersebut, tak lama setelah saya memperhatikan mahluk itu dari balik pohon tempat saya berlindung dan bersembunyi, saya melihat kejanggalan pada tangan kirinya yang tidak sempurna, seperti ada bagian yang hilang dari nya.” Suara kemiricik tembakau yang terbakar terdengar dari pipa pria tua itu yang sedang menghisap pipanya.
“ada bagian yang hilang dari tangan kirinya, saya berusaha untuk mencarinya, hingga terdengar suara dari dalam salah satu pohon disekitar. Saya telusuri dari mana asal suara tersebut sambil terus menghindari serangan mahluk itu, bukan perkara yang mudah untuk saya. Setelah saya menemukan letak pohon yang mengeluarkan suara seperti terketuk – ketuk dari dalam, benda apa pun yang ada disekitar saya jadi kan alat untuk menghancurkan batang pohon itu hingga saya melihat bagian dalam yang berisikan sebuah batu yang berusaha keluar dari dalam, seketika itu batu itu terbang mengarah ke mahluk batu besar tersebut. Pada saat mereka bersatu mahluk itu pun jauh lebih tenang.” Pria tua itu menuangkan lagi air kedalam gelas Karamus sambil menyimak ceritanya yang begitu bersemanagat menceritakan pengalamannya dalam perjalanan menuju hutan Agramor.
“terima kasih” ujar Karamus karena telah dituangkan air untuk dia minum.
“lalu apa yang terjadi setelah itu?” Tanya pak tua, Karamus yang sedang menegug minumnya, setelah ia menaruh gelasnya, ia pun meneruskan ceritanya
“saya mengahapiri mahluk tersebut karena saya melihat ia sudah mulai tenang, didekatnya saya berusaha memperhatikan nya dan begitu pula dengan mahluk itu yang memperhatikan saya lalu membungkukan tubuhnya untuk lebih mendekatkan jarak melihat saya. Awalnya saya begitu tegang dan terpaku diam, ia mengulurkan tangan kirinya dan membuka genggamannya, saya melihat ada sebuah batu berbentuk segi tiga yang menyala dari tangannya, saya mengambilnya dan seketika itu pula batu – batu dari mahluk besar itu terjatuh kembali menjadi batu pada umumnya, tidak bergerak dan tidak dapat terbang.”

Keberhasilan Karamus menaklukkan monster batu dan medapatkan sebongkah batu kecil bercahaya berberbentuk kotak membuatnya dapat melanjutkan perjalannya mencari letak keberadaan pohon Agramor. Hutan ini memang bernama hutan Agramor, namun belum pernah ada yang berhasil menemukan pohon tersebut karena katanya hutan ini ditutupi oleh selaput ajaib yang tidak terlihat dan belum pernah ada juga yang berhasil masuk sampai ke bagian ujung dari hutan Agramor, ya… karena seklai lagi adanya makhluk – makhluk penjaga hutan yang selalu mempersulit para pemburu hutan Agramor ketika mereka sedang berburu binatang ataupun pohon Agramor itu sendiri, paling hanya sekedar pencari buah – buahan dan tumbuhan yang tidak pernah mendapat gangguan dari para penjaga hutan. Hutan Agramor memang terkenal sebagai hutan yang paling subur dan disukai para binatang untuk mereka tinggali ataupun hanya untuk sekedar berlindung. Hutan itu pun sungguh lebat karena tumbuhan disana tumbuh dengan sehat dan besar – besar.

Dalam perjalanannya melewati hutan, ia mengalami sedikit kesulitan karena lebatnya tumbuhan yang ada di hutan Agramaor tapi diperjalananannya mengarungi belantara hutan Agramor Karamus menemukan beberapa tumbuhan – tumbuhan langka sebagai bahan – bahan racikan untuk melengkapi koleksi obat – obatannya. Dengan penuh semangat dan gairah, ia memetik beberapa jamur dari pinggiran
akar – akar pohon besar, juga tidak ketinggalan dedaunan dari
ranting – ranting tanaman. Ada kala nya ia harus sedikit berjuang untuk mengambil beberapa daun yang berada di ketinggian, bahkan ia pun harus sampai memanjat pepohonan untuk menggapai ketinggian tersebut. Tidak jarang ia tergelincir pada saat memanjat pohon yang ternyata memiliki selaput yang begitu licin, padahal batang – batang pohn itu terlihat kesat dan memiliki pegangan yang kokoh.

Selama pencariannya, Karamus berjalan menelusuri hutan Agramor dan tanpa sadar ia pun sudah berada di pinggiran sungai yang airnya begitu jernih sehingga ikan – ikan dan makhluk air lainnya dapat terlihat dari permukaan.
“Air ini sungguh jernih, sayang kalau aku lewatkan” ucap Karamus yang sedang kelelahan setelah mengumpulkan bahan – bahan obat – obatannya, ia pun mengambil air dari sungai dengan tangannya lalu meminum air dan membasuh wajahnya untuk menghilangkan dahaga dan juga menyegarkan dirinya. Sejenak ia terduduk diatas bebatuan sekitaran sungai sambil menikmati suasana disana
“sungguh, hutan ini sangat asri karena belum sering terjamah oleh manusia”. Suara – suara binatang penghuni hutan pun seperti tidak malu menyarakan keberadaan mereka, ditambah suara air yang mengalir membuatnya merasa begitu tenang. Ia menikmati siang di tepian sungai sambil mengeluarkan sepotong roti dan keju, ia melahap makanannya tanpa ragu sambil berpikir arah mana yang harus ia lalui untuk melanjutkan perjalannya mencari pohon Agramor.

Tidak ada pilihan lain selain menyeberangi sungai untuk melanjutkan perjalanan. Setelah bekal makanan yang ia bawa habis dimakan, ia mencoba mencari cara untuk menyeberangi sungai itu, memang sungai itu terlihat tenang tapi Karamus tau bahwa sungai itu dalam dan memiliki arus yang kuat didalamnya. Karamus melihat sekitarnya dan berpikir apakah ada benda yang bisa digunakan, ia pun menemukan batang pohon yang dapat digunakan untuk meloncati sungai, yang berujung patah sebelum ia berhasil berada dipuncak loncatan “Sialan…! Batang ini tidak cukup kuat menahan berat tubuhku” ujar Karamus yang sedang berusaha bangkit dari jatuhnya, dengan kesal ia mengambil sebongkah batu dan melemparnya ke sungai. Pada saat batu itu menyentuh permukaan sungai, anehnya batu berbalik mengarah ke Karamus dan mengenai kepalanya. Sambil kesakitan, Karamus – pun terheran – heran
“Mengapa bisa batu itu memantul balik kepadaku?!” ujar Karmus yang masih mengusap – usap dahinya yang terkena pantulan batu tadi. Air sungai itu tiba – tiba bergemuruh, arusnya bergerak tidak tenang sampai membuat percikan besar yang semakin lama semakin besar dan meninggi. Sontak Karamus pun terduduk jatuh melihat air sungai yang meninggi dan bergerak – gerak dengan sendirinya. Sambil bergeser mundur Karamus memutar badannya untuk berlari mencari tempat berlindung. Ia memiliki perasangka kalau air itu akan berubah menjadi makhluk penjaga hutan. Di balik pohon tempat ia berlindung, Karamus berfikir untuk melarikan diri dari makhluk itu. Ia pun melangkahkan kakinya dan mulai berlari. Namun, ketika ia sedang berlari, terlintas di pikirannya bahwa ia perlu menghadpi makhluk tersebut, seperti yang telah dikatakan oleh penyihir tentang adanya rintangan tiga makhluk penjaga hutan Agramor.

Karamus – pun mencari tempat berlindung untuk mecari cara menghadapi makhluk air penjaga hutan tersebut. Namun makhluk air melihat Karamus. Sementara itu badan makhluk air semakin membesar dan makhluk itu mengeluarkan bola air yang melesat kearah Karamus. Karamus pun dengan cepat menghindar dari serangan itu. Dari satu pohon kepohon yang lain – nya, dalam usahanya menghindar, Karamusmelihat benda bercahaya yang berada di tengah bagian tubuh makhluk air itu. Karamus mencoba melempar benda bercahaya itu dengan batu yang ia temukan di sekitarnya. Dengan harapan dapat mengenai pusatnya.

Percobaanpertama tidak berhasil, Karamus terus mencoba berulang kali, sementara makhluk air – pun juga terus menyerang Karamus. Dalam upayanya menghindari serangan makhluk air, Karamus tersandung oleh akar pohon dan membuatnya terpelanting karena terkena serangan bola air dari makhluk penjaga hutan yang membuat tubuhnya terbentur pohon. Karamus hampir tidak sadarkan diri, benturan itu begitu keras dan hampir membuatnya tidak dapat berdiri. Dengan segala cara dari berguling hingga melompat dengan bantuan tangannya, Karamus menghindari serangan bola air. Dalam upaya Karamus menghindari serangan tersebut, ia menemukan batang pohon yang sangat panjang untuk menggapai benda bercahaya yang berada di tengah tubuh makhluk air tersebut. Karamus segera mengambil batang kayu tersebut dan berlari sangat cepat sambil mengarahkannya kepada makhluk air, tepat kepusat tubuh makhluk penjaga hutan. Beberapa bola air mengenai Karamus saat ia berlari. Tanpa gentar Karamus tetap berlari walau serangan itu sangat ia rasakan dan menyulitkan pergerakannya menyerang makhluk air penjaga hutan dengan menggunakan batang kayu. Akhirnya usaha Karamus – pun membuahkan hasil, batang kayu itu mengenai tubuh makhluk air tepat dipusat benda bercahaya itu berada. Letupan cahaya terpancar bersamaan dengan letupan air, Karamus melindungi wajah juga mata dari kilau pancar cahaya yang menyilaukan matanya dan percikan air yang mengenai wajahnya. Setelah letupan air dan cahaya berakhir, benda bercahaya yang berada dari pusat tubuh makhluk air tersebut melayang di ketinggian. Perlahan – lahan benda itu turun menghampiri Karamus.

Benda bercahaya itu ternyata gumpalan air yang berbentuk segitiga, bercahaya sama persis dengan batu kotak bercahaya yang diberikan makhluk batu. Ia menjulurkan kedua tangannya dengan telapak tangan terbuka. Setelah benda itu berada ditangannya, Karamus menyimpannya di dalam wadah air minum yang ia bawa dan ia gunakan pada saat istirahat makan siang tadi.
“Aku sungguh tidak menyangka akan sesulit ini untuk melewati mahkluk penjaga hutan” Karamus menaruh kembali wadah air minumnya ke dalam tas
“Selanjutnya apa lagi yang akan aku hadapi?! Lebih baik aku tetap waspada karena masih ada satu rintangan lagi yang perlu dilewati” serunya sambil melangkah melanjutkan perjalanannya. Karamus yang begitu kelelahan setelah menghadapi mahkluk air, mulai kebingungan dengan arah mana yang harus ia tuju. Rindangnya pohon dan lebatnya semak belukar membuat Karamus lupa asal kedatangannya hingga sampai ditepi sungai.
“Sialan sekarang aku kebingungan dengan arah perjalananku, mahkluk air tadi memang menyulitkan” gumam Karamus sambil terus berjalan, pokoknya yang dia ingat adalah menyeberangi harus sungai tersebut. Karamus terus berjalan menyusuri dipinggiran sungai, berharap ada jalan untuk menyeberangi sungai. Sebongkah pohon besar yang sudah tumbang terlihat dari kejauhan, pohon besar yang tumbang itu menjadi jembatan karena sisi ujungnya berada di sisi lain dari sungai, dengan segera Karamus berlari mendekati pohon itu dan mencoba menyeberangi sungai. Perlahan demi perlahan langkah Karamus diatas pohon besar itu yang sedikit licin karena lumut dan cipratan air sungai. Ia pun berhasil menyeberangi sungai dan melanjutkan perjalanan menelusuri hutan Agramor yang semakin ke dalam seperti tidak berujung tapi Karamus tidak mau menyerah begitu saja karena ia sangat bertekad menyelamatkan desanya yang terserang wabah penyakit. Aneh… hembusan angin tiba – tiba menghilang dan udara disekitar menjadi hampa, Karamus yang sedang berjalan pun mulai kesulitan untuk bernapas “sesak sekali udara disini, aku tidak bisa bernapas” Karamus mengambil kain dan menyiramkan air lalu ia gunakan untuk menutupi hidung dan mulutnya agar udara yang ia hirup tidak terlalu kering dan memudahkannya untuk bernapas. Karamus yang masih dalam bernapas terus melanjutkan perjalannya, beberapa kali terlihat ia berhenti hanya untuk mengabil napas panjang dan kembali melanjutkan perjalan. Ditengah – tengah perjalannya tiba – tiba angin berhembus dengan kencang dan terdengar suara bising angin yang melewati sela – sela dalam hutan, kain yang digunakan untuk bernapas – pun terbang di karenakan hembusan angin yang begitu kencangnya. Suara itu terdengar seperti siulan yang besar dan penuh gejolak hingga terasa menggetarkan detak jantungnya. Angin berhembus semakin kencang hampir membuat Karamus terpelanting dibuatnya, dengan segala jerih payah, Karamus melangkahkan kakinya ke depan yang terasa berat karena angin menahan dan mendorongnya mundur tapi tetap tidak menghalangi tekadnya untuk terus berjalan. Barang – barang hampir keluar dari dalam tasnya, secepat mungkin tangan Karamus berusaha meraih kait tas untuk menutupnya jika tidak dia bisa kehilangan dua kunci hutan Agramor yang telah ia dapatkan setelah menghadapi penjaga hutan dan      bahan obat - obatan yang ia temukan dalam perjalanannya menjelajah hutan Agramor. Angin tak kian berhenti bertiup begitu kencangnya, letih – pun mulai ia rasakan, begitu kencangnya angin berhembus hingga membuatnya seperti tidak bergerak sedikit pun. Tidak ada cara lain untuk melewati badai angin ini selain terus melangkahkan kakinya ke depan. Cukup lama ia berjuang mengarungi badai angin yang tak kunjung berhenti. Seketika saja angin membentuk pusaran yang besar dihadapannya, dalam benaknya Karamus langsung terpikir kalau ini pasti mahkluk penjaga hutan terakhir yang perlu dihadapi. Karamus pun terseret karena tarikan pusaran angin itu, benda apapun dijadikan pegangan untuk menahan tubuhnya dari tarikan pusaran angin tapi tarikan angin itu terlalu kuat hingga ia terpelanting ke udara. Anehnya pada saat ia berada di udara tiba – tiba saja pusaran angin itu berhenti dan lenyap seketika. Karamus pun terjatuh dari ketinggian di udara mendarat menghantam tanah yang sangat keras, ia berusaha bangkit sambil menahan sakit, menoleh kekanan, kekiri, kedepan, kebelakang dengan waspada, untuk memastikan apa yang terjadi dan keberadaan makhluk itu.

Tidak ada tanda dari makhluk tersebut, Karamus segera berlari untuk berlindung, takut – takut akan ada serangan dari makhluk itu.
“Kemana makhluk itu pergi?! Apa benar tadi itu makhluk penjaga hutan?!” seru tanyanya

Karamus sambil berlari mencari tempat berlindung yang aman
kalau – kalau makhluk itu dating lagi. Tetapi tidak ada satu – pun tempat yang aman dari angina, semua area yang ada hanya lapangan terbuka yang sudah pasti tidak dapat melindunginya dari angin. Aneh sungguh aneh tiba – tiba saja angin tidak berhembus dan udara sekitar seperti lenyap begitu saja, Karamus merasakan kesulitan untuk bernapas. Rumput dan dedaunan tidak ada yang bergerak karena tidak ada udara yang mengalir sedikitpun. Karamus – pun terus berjalan menjauhi area tersebut dengan menahan napas karena ia tau bahwa percuma saja ia bernapas karena tidak ada udara yang dapat dihirup untuk membantunya bernapas. Makin lama kemampuannya menahan napas sudah diujung batas, ia mulai merasakan pusing dan sedikit hilang kesadaran, matanya mulai buram melihat sekitar
“Apakah ini akhir perjuangan ku?!” Tanya nya dalam hati.
Karamus – pun pingsan tak sadarkan diri dalam langkahnya menjauhi area tempat makhluk udara muncul.
Matahari bergerak hingga tenggelam dan Karamus yang terlihat masih berbaring dalam ketidak sadarannya mulai membuka matanya dikegelapan malam. Hari – pun sudah berganti, Karamus yang bangkit dari ketidak sadarannya memegang leher bagian belakang sambil memijatnya seperti orang yang sangat kelelahan.
“Dimana aku?!” sambil terhentak menoleh kekanan dan kekiri, ia juga memeriksa tas – nya yang berisikan obat – obatan dan dua kunci penjaga hutan Agramor
“Lama juga aku tak sadarkan diri, langit – pun sudah gelap aku harus bergerak” lalu Karamus segera mencari batang kayu untuk membuat api unggun yang dapat menghangatkan tubuhnya dan juga untuk memasak karena ia – pun sudah mulai merasakan kelaparan. Setelah menyalakan api unggun, ia baru tersadar kalau ia tidak bias berburu binatang di hutan ini atau dia akan tersesat dan keluar dari hutan agramor sebelum ia berhasil mencapai ujung hutan untuk menemukan pohon agramor yang dicarinya. Karamus akhirnya memutuskan memakan        biji – bijian yang ada didalam tasnya, sambil mengunyah dan menatap kobaran api unggun ia terpikir makhluk angin tadi yang hilang seketika, ia bertanya – tanya dalam benak mengapa mengapa mahkluk itu menghilang dan apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan kunci udara dari penjaga hutan agramor. Malampun sudah semakin larut, Karamus yang sedang berpikir mulai merasakan lelah dan mengantuk tapi ia harus memastikan terlebih dahulu kalau tempat aman dari gangguan hewan – hewan buas dan mahkluk udara penjaga hutan, ia memeriksa sekeliling sekitaran tempat api unggun. Setelah ia yakin tempat itu aman, Karamus membuat tempat beristirahatnya diatas pohon,       dahan – dahan pohon yang besar dan kokoh itu dijadikan topangan untuk merebahkan tubuhnya, perlahan matanya mulai terpejam setelah menemukan posisi yang nyaman diantara dahan pohon.

“Baiklah kalau begitu sekarang waktunya kita beristirahat juga” pak tua memotong cerita Karamus. Karamus – pun mengiyakan “kamu dapat tidur diranjang satu lagi” seru pak tua kepadanya. Para cahaya kecil mulai mengambil posisi tempat mereka masing – masing sambil menantikan cerita malam yang selalu pak tua ceritakan sebelum mereka tidur.

Karamus yang mulai menata ranjangnya bersiap – siap untuk beristirahat dan pak tua mulai dengan persiapannya sebelum bercerita kepada para cahaya kecil, ia mengambil kursi, setelah terduduk ia mulai membakar tembakau dari pipanya dan mulai siap untuk bercerita kepada para cahaya kecil, lanjutan cerita tentang Ro dan Kipa sang penguasa petir dan awan.

Hembusan pertama dari pipa pak tua yang mengeluarkan asap tebal dan ia memulai bercerita kelanjutan dari Ro dan Kipa. Para cahaya kecil mulai bersemangat dan tidak sabar menunggu kelanjutan ceritanya. Karamus yang sudah berada ditempat tidurnya, menanti – nanti apa yang akan diceritakan oleh pak tua kepada para cahaya kecil, karena ia belum pernah mendengarnya, Karamus dengan seksama menantikan cerita dari pak tua.

Setelah hembusan tembakaunya pak tua mulai bercerita “kalian masih ingat cerita terakhir yang saya sampaikan?” Tanya pak tua kepada para cahaya kecil dan para cahaya kecil bereaksi seolah mereka menjawab kalau mereka masih mengingatnya dan pak tua tersenyum sambil berkata “baiklah…” Karamus begitu antusias atau lebih kepada penasaran akan cerita apa yang pak tua ingin ceritakan.

Pak tua memulai dengan berkata “kalian ingat terakhir kali bahwa Ro dan Kipa sedang terjebak dalam reruntuhan dinding batu – batu goa, dimana itu terjadi setelah salah satu dari mereka menyentuk kolam cahaya, reruntuhan dinding goa tidak ada yang mengenai mereka, akhirnya mereka kembali menghampiri kolam cahaya” “Ayo… kita kembali ke kolam cahaya” seru Ro kepada Kipa. Sebenarnya Kipa masuh merasakan kekhawatiran untuk kembali kesana tetapi karena melihat Ro yang begitu yakin dan sangat tenang, akhirnyaKipa mengikuti Ro menuju kolam cahaya.

Kipa begitu berhati – hati dengan reruntuhan dinding goa karena takut akan keselamatan Ro, bila ada sesuati kejadian yang tidak diharapkan, tetapi Ro sendiri dengan ketenangannya terus berjalan menuju kolam cahaya. Kipa – pun mengikuti Ro dengan berada disampingnya. Sesampainya mereka disan, kolam cahay itu masih menyemburkan airnya ke langit dan air kolam itu tetap mengeluarkan warna – warnanya, Ro mencoba untuk masuk kedalam letupan air kolam cahaya. Kipa yang melihatnya begitu khawatir dengan keselamatan Ro.

Pada saat Ro berada dalam tengah – tengah luapan air kolam cahaya, seketika itu pula Ro terangkat ke atas menuju langit. Kipa hanya memperhatikan Ro yang sedang terangkat oleh luapan air kolam cahaya, dengan memberanikan diri Kipa mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Ro, dia – pun juga terangkat ke atas langit melalui letupan kolam cahaya.

Ro yang terangkat ke langit pandangannya terus memperhatikan keatas sedangkan Kipa yang juga terangkat keatas terus memperhatikan sekujur tubuhnya dengan perasaan mengapa cahaya ini dapat mengangkatnya dan begitu penasaran apakah cahaya ini dapat membawanya menembus kubah langit sambil berteriak menyerukan nama Ro. Ro yang mendengar teriakan Kipa menundukan kepalanya unruk melihat Kipa yang terus memanggil namannya “ Kipa, kita akan berhasil menembus kubah langit, jangan khawatir!” seru Ro kepada Kipa dengan begitu yakin. Sesampainya mereka dilangit, mereka melayang seperti berada didalam air. Langit terlihat gelap tapi diterangi benyaknya cahaya – cahaya kecil, Kipa yang tidak terbiasa dengan kondisi seperti ini sedikit merasa kesulitan bergerak bahkan terlihat panic sedangkan Ro sangat begitu menikmati, Ro melihat Kipa yang kesulitan bergerak mengahpirinya “Kipa, tenang! Gerakan tubuhmu seperti kamu sedang berenang di sungai tempat kamu sering memandikanku” Kipa-pun mulai mencoba menenangkan dirinya dan perlahan demi perlahan ia berhasil menguasai pergerakan tubuhnya, ia–pun mulai menikmati “Aku bisa!” ujar Kipa kepada Ro, Ro tersenyum dan bergerak mengitari Kipa, mencoba menggodanya untuk bergerak lebih bebas “Ini terasa seperti mengambang didalam air, ayo bergeraklah sesukamu, Kipa!” mereka sangat menikmatinya “Kita berhasil menembus langit, Kipa” “Ya, aku sungguh tidak menyangkanya, ini seperti mimpi bagi ku yang tidak pernah terbayangkan oleh ku sebelumnya. Ro, apa kamu melai mengingat sesuatu akan dirimu yang dating dari langit?” “Tidak Kipa.. buat ku ini terasa seperti pertama kalinya aku berada di langit, aku masih tidak mengerti dari mana aku berasal, sekarang aku hanya menikmati keberhasilan kita menembus langit” Kipa yang mendengarkan ucapan Ro mulai menikmati petualangan mereka yang sudah berhasil sampai ke langit, sebagai makhluk bumi yang memimpikan dapat pergi ke langit dan berhasil membuatnya merasa bahagia. Mereka berputar – putar dan bercanda menikmati suasana di langit. “Kipa, ayo.. kita hampiri  benda – benda langit yang bercahaya itu!” Kipa dengan senang hati mengikuti Ro menuju benda – benda kecil bercahaya itu, bersama – sama mereka melesat dengan cepat menuju cahaya – cahaya kecil yang begitu banyaknya, mereka menghampiri dan memandangi cahaya – cahaya kecil itu yang berpijar begitu indah “Lihat! Mereka banyak sekali dan memiliki warna yang berbeda – beda” ujar Kipa, Ro yang begitu semangat bergerak dengan cepatnya menghampiri satu persatu cahaya itu.

Pada waktu yang bersamaan di bumi negri Leophotus. Asa makhluk bayangan yang dikirim oleh ibu pohon untuk melihat dan memastikan keadaan Ro dan Kipa baik – baik saja, berhasil mencapai mulut goa, ia mulai menyisiri jejak Ro dan Kipa yang memasuki goa hingga Asa berada di kolam cahaya dan melihat letupan kolam cahaya yang menjulang tinggi menuju langit. Hasrat yang begitu besar ingin bisa mencapi langit sudah menjadi impian Asa dan para penduduk negri Leophptus, bagi Asa bisa mencapai langit suatu hal yang sangat istimewa karena ia ingin sekali menjadi satu dengan gelapnya malam, hampir setiap malam Asa selalu memandangi langit sambil membayangkan menjadi kegelapan yang luas, tak terbatas dan di hiasi pijar cahaya kecil. Asa mencoba medekatkan diri dengan letupan kolam cahaya untuk menyusul Ro dan Kipa menuju langit tapi sayangnya ia tidak bisa karena setiap kali Asa berada didalam letupan kolam cahaya dirinya menhilang, itu dikarenakan Asa adalah makhluk bayangan yang dimana pada saat ia berada didalam kepekatan cahaya maka ia tak terlihat. Hidupnya masih terasa keberadaanya tetapi hilang wujud dirinya.

--> Asa mencobanya berulang – ulang kali tapi hasilnya tetap sama saja, hal ini yang membuat dia kesal dan marah, merasa sepertinya langit pilih kasih. Kemarahannya sudah tidak terbendung lagi. Asa meledak dan dirinya merambat di dinding – dinding goa hingga menembus keluar goa menyelimuti kubah langit perlahan demi perlahan. Negri Leophotus mulai menjadi gelap diselimuti oleh Asa makhluk bayangan yang telah murka karena tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia tidak bisa pergi ke langit, para penghuni negri Leophotus panic dibuatnya. Ibu pohon sang penjaga negri Leophotus mengerahkan tenaganya untuk melindungi para makhluk hutan dan negri Leophotus. Selagi makhluk – makhluk negri Leophotus berlari menuju hutan untuk berlindung dari kegelapan, Asa terus menerus merambatkan kegelapanya dengan tidak terkendali, setiap benda atau makhluk hidup yang tersentuh kegelapannya menjadi hitam tidak berwarna dan juga tidak dapat bergerak. Di dalam hutan para pasukan pohon berkumpul dan mengelurkan cahaya dari daun – daun mereka untuk menerangi bagian dalm huatan, dimana para makhluk negri Leophotus berlindung dari serangan kegelapan Asa. Ibu pohon meberitahu kepada penasehat hutan “Tuan jamur, serangan serangan kegelapan dari Asa sangat kuat kita tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Segera! Perintahkan para kerucaci untuk mengumpulkan makhluk – makhluk hutan yang bisa mengeluarkan cahaya gar kita bisa memperlambat serangan ini, tempatkan mereka di bagian depan hutan, mereka akan menjadi lapisan pertahanan terdepan kita!” perintah sang ibu pohon. Tuan jamur segera bergegas menuju tempat para krucaci.


-BERLANJUT-

No comments:

Post a Comment

RO DAN KIPA - TUMBUH

TUMBUH Pagi pun menjelang, pak tua terbangun dan membuka matanya, menghirup udara segar pagi hari lalu bangkit ...