Sunday, December 11, 2016

RO DAN KIPA - LANGKAH KAKI


LANGKAH KAKI


    Tumpukan kertas yang penuh dengan tulisan dan botol tinta terbuka dengan pena berdiri diatasnya, meja kayu yang berbentuk unik, bahkan terlihat sudah reot dan sedikit doyong. Cahaya merah menyala yang berasal dari tungku api menghangatkan malam yang dingin, dibasahi rintikan air hujan, membuat suasana menjadi begitu nyaman. Didepan meja kerja terdapat kursi goyang dan meja kecil bundar, diatasnya ada satu buah gelas kayu dan lilin yang diwadahi besi berbentuk piring kecil, hembusan asap tembakau menyelimuti api lilin dan terlihat tangan yang sedang memegang pipa tembakau mengayun kesandaran tangan kursi goyang tersebut.

    Pria tua itu sangat menikmati hisapan tembakau, perlahan asap masuk ke tenggorokannya hingga memenuhi isi paru-parunya. Disekelilingnya penuh dengan cahaya kecil berwarna-warni yang beterbangan diseluruh ruangan, seperti kumpulan lebah yang sedang bermain, bergerak melesat kesana kemari dengan begitu riang, pria tua itu juga tersenyum seperti sedang memperhatikan cucu-cucunya bermain.

    Hujan diluar semakin deras hingga letupan suara petir menggelegar, menakuti para cahaya kecil yang sedang bermain, mereka bergerak menghampiri pria tua itu, seperti mencari perlindungan kepadanya. Pria tua itu tertawa dengan begitu geli karena merasakan ketakutan anak kecil dari para cahaya-cahaya kecil.
“Tidak usah takut, itu cuma suara petir,” kata pria tua dengan tertawa dan bangkit dari tempat duduknya, sambil berjalan menghampiri jendela untuk menutupnya dengan pipa tembakau yang masih
dipegangnya .
“Dulu seseorang pernah menceritakan kepada ku asal dari petir”. Cahaya-cahaya kecil itu terus mengikuti pria tua itu kemana pun ia bergerak, pria itu berjalan menuju meja kecil disamping kursi goyang dan menuangkan air kedalam gelas kayunya.
“apa kalian ingin dengar ceritanya?” pria tua itu bertanya kepada para cahaya-cahaya kecil dan cahaya-cahaya kecil itu serempak mengelilingi pria tua itu seperti menunggu ceritanya.

    Ia pun memulai ceritanya “pada waktu itu tak ada awan yang menghiasi langit, Tuhan belum memberikan kita awan di langit. Seorang bocah laki-laki hidup sendiri dibumi, belum ada manusia yang diciptakan selain dirinya, ia memiliki ekor dibelakang dan ia pandai sekali melompat, berenang, bergelantungan, berlari. Penglihatan, pendengaran dan juga penciumannya begitu tajam. Bocah itu berteman dengan binatang dan tumbuhan yang hidup pada waktu itu. Pada suatu saat bocah laki-laki itu sedang berada dipadang rumput yang begitu luas dan ditengah-tengahnya terdapat danau yang begitu indah, airnya pun sangat jernih. Bocah itu menyapa semua yang ada disana, dari pohon yang begitu besar dan memiliki daun yang berwarna-warni dan mengeluarkan cahaya “Hi tuan pohon yang indah dan perkasa” sapanya, pohon besar itu pun bergerak membungkukkan badannya.
“Hi teman kecil” sambil menjatuhkan tetesan air dari daun-daunnya yang juga berwarna-warni, membasahi bocah laki-laki itu, ia pun terlihat senang bermain dengan tetesan air dari pohon itu. Bocah itu  berlari terloncat-loncat dengan riangnya. Didekat danau yang dipenuhi binatang-binatang yang meminum air dari danau, bocah itu menyapa temannya yang seekor binatang besar, bentuknya seperti kingkong atau gorila, ia memiliki ekor dari api dan seluruh matanya berwarna merah menyala, seluruh bulunya berwarna putih bersih seperti tidak ada satupun kotoran yang dapat melekat. “Hari ini indah, langitpun begitu cerah” kata bocah kecil itu sambil memeluk tangan temannya yang begitu besar, bahkan ukuran tangan temannya itu lebih besar dibandingkan dengan tubuhnya, tubuh bocah itu tak lebih tinggi dari siku lengan temannya dengan mata yang tetap menatap kearah langit “ya, hari ini sangat indah” perlahan mahluk besar itu menggerakan kepalanya melihat kearah bocah itu “aku mau tunjukan sesuatu padamu, ikuti aku!”

    Suara merdu tembakau yang terbakar dari hisapan pria tua yang begitu menikmati hisapan asap dari pipa tembakaunya dan hembusan asap beterbangan mengisi udara diruangan itu, lalu ia memulai lagi ceritanya. “Mereka melesat sangat cepat, begitu cepatnya hingga hanya terlihat percikan api dari si mahluk besar itu dan percikan cahaya berwarna biru dari bocah itu. Gunung es menjulang tinggi menembus lapisan langit bumi, disana mereka tiba
“kenapa kamu bawa aku kesini?” tanya bocah itu, sambil berjalan bersama menuju puncak gunung itu, mahluk besar itu menceritakan apa yang terjadi sebelum bocah itu ada dibumi
“Gunung ini sangat tinggi, karena begitu tingginya belum pernah ada yang melihat puncak gunung ini, tidak sedikit mahluk-mahluk yang memiliki kemampuan untuk terbang mencoba menembus langit demi mencapai puncak gunung ini, tapi tidak ada satupun yang pernah berhasil”
“mengapa? Mereka kan seharusnya bisa dengan mudah menuju puncak gunung ini dengan terbang, dibandingkan dengan kita yang berjalan kaki atau berlari. Lompatan ku pun tidak setinggi itu untuk menembus langit.”
“Karena itu kamu aku bawa kesini, langit ini memiliki batas seperti sebuah lapisan yang tidak dapat kita tembus. Aku membawamu kesini karena aku melihat kamu turun dari langit, belum ada dari kami yang pernah menembus batas langit.”
“Aku tidak ingat sama sekali hal itu.”
“Tentu saja, pada saat aku melihat kamu jatuh dari langit, saat itu juga.. aku menghampiri kamu yang tergeletak ditanah tidak sadarkan diri dan hingga kini semua belum terjawab, aku mengajakmu kesini untuk kita mencari jawabannya bersama.”
“Bagaimana caranya?”
“Aku mempunyai firasat kalau kamu bisa menembus batas langit. Kamu pernah mencoba sebelumnya?”
“Belum, aku belum pernah mencobanya, mungkin kamu bisa menunjukan kepada ku atau aku melompat saja sekarang, aku yakin lompatan ku bisa menembus langit” bocah itu pun mencoba melompat setinggi-tingginya yang ia bisa, tapi aneh sekali lompatannya tak lebih dari kepala mahluk besar itu
“Kenapa ini aku tidak bisa melompat tinggi seperti biasanya?!” dengan heran bocah itu melompat-lompat terus dan mahluk besar itu menyuruhnya berhenti dengan tangannya yang besar menahan pundak bocah itu
“Baiklah hanya ada satu cara untuk mengetahuinya karena aku pun belum pernah mencobanya”
“Bagaimana caranya?”
“Dengan mendaki gunung ini” mereka pun melanjutkan pendakiannya.

    Ditengah pendakiannya mereka diterjang oleh badai dengan angin sangat kencang
“Bertahanlah!! Tak lama lagi kita sampai” seru mahluk besar itu, bocah itu pun terus mengikuti berjalan dibelakangnya, ia sangat berhati-hati melangkah karena tanah dan batu yang ia pijak tiba-tiba longsor dibagian pinggirnya. Bocah itu berusaha menghindari longsor itu agar tidak terjatuh, mahluk besar itu menoleh kebelakang dan mengulurkan tangannya agar bocah itu tidak terjatuh
“Hati-hati.. Cuaca semakin memburuk, gunung ini tidak stabil” sambil memegang tangannya bocah itu berkata
“Iya.. aku tidak apa-apa” dan mereka pun terus berjalan. Angin berhembus semakin kencang, terdengar suara gemuruh seperti longsoran bebatuan yang menggelinding dari atas gunung itu, mereka terus berjalan dengan hati-hati. Dari kejauhan mereka melihat lubang besar didinding gunung, bentuknya seperti goa. Mereka segera menuju goa itu untuk berlindung dari badai. Sesampainya mereka di mulut goa, mereka tercengang karena lubang yang mereka lihat dari kejauhan ternyata memiliki lapisan seperti dinding cahaya berwarna mirip dinding es “Apa ini?” tanya bocah itu dengan heran
“Entahlah aku pun belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya” dan si mahluk besar itu pun mencoba menjulurkan tangannya dengan sangat perlahan untuk mencoba apa dinding ini aman untuk dilewati. Tapi ia tidak bisa menembusnya karena terhalang oleh cahaya itu
“Biar aku mencobanya” seru bocah itu. Perlahan ia menjulurkan tangannya, sebelum tangan bocah itu menyentuh dinding cahaya, keluar percikan cahaya berwarna – warni, menyambar-nyambar tangan bocah itu, ia tetap melanjukannya. Tangan bocah itu berhasil menembus dinding cahaya dan perlahan ia mulai bergerak melewati dinding cahaya itu. Seluruh tubuhnya dikelilingi oleh sambaran percikan cahaya dari dinding itu, ia pun berhasil menembus dinding cahaya dan seketika pula dinding itu menghilang seperti terserap oleh tubuh bocah itu. “Apa ini? Apa  yang terjadi pada ku?” tanya bocah itu kepada mahluk besar itu yang masih berada diluar mulut goa
“Aku tidak tau, sepertinya seluruh cahaya itu terserap oleh tubuh mu. Sekarang tubuh mu dikelilingi cahaya dari dinding itu yang menyambar-nyambar seperti melindungi tubuh mu. Kamu baik-baik saja? Apa yang kau rasakan?”
“Entahlah, aku tidak merasa tersakiti oleh cahaya ini, malah seperti ada lapisan lain dari tubuh ku selain kulit yang melindungiku” “Baiklah, mari kita lanjutkan”

    Mereka berdua mulai menyusuri jalan memasuki goa, goa itu sangat panjang seperti tak berujung, dinding-dinding goa dipenuhi bebatuan yang berkilau dan bereaksi kepada cahaya yang mengelilingi tubuh bocah itu, seperti mereka saling memiliki energi yang sama, saling tarik menarik energi masing-masing. Mahluk besar itu pun memperhatikannya, merasa sedikit khawatir juga waspada dan aneh dengan apa yang terjadi pada reaksi itu. Ia berjalan dibelakang bocah itu untuk berjaga – jaga bila terjadi sesuatu. Perjalanan mereka menyusuri goa itu tetap tidak menemukan ujungnya, hingga dari kejauhan terdengar suara seperti suara tetesan air yang terjatuh menyentuh benda yang cair.
“Kamu dengar suara itu” tanya bocah kecli
“Ya aku mendengarnya, sepertinya kita sudah tidak jauh lagi dari ujung goa ini. Ayo terus berjalan!”
“Baiklah!!” sambil menundukan kepalanya dan seketika pula bocah itu mendongakan kepalanya kearah kawannya yang berada didepannya sambil mengeluarkan pertanyaan
“Kamu terlihat sangat khawatir?! Apa pernah kamu kesini sebelumnya?” “Jujur saja ini pertama kali aku mendaki setinggi ini, aku pun belum pernah melihat goa ini apalagi lapisan cahaya dari mulut goa yang sekarang mengelilingi mu. Karena itu aku berjaga-jaga, aku tidak mau terjadi hal yang tidak kita harapkan”
“Ini juga pertama kalinya aku pergi dari hutan sejauh ini, ibu pohon selalu mengawasi dan berkata
“Jangan kamu tinggalkan hutan!!! (sambil menirukan cara bicara ibu pohon) kamu juga Kipa selalu mengawasiku, selain itu aku juga tidak tertarik karena kawan-kawan ku semuanya berada dihutan jadi aku tidak punya keinginan sama sekali untuk keluar hutan. Kawan ku juga tidak ada yang pernah mengajak ku keluar hutan”
“Baguslah.. Bukan aku melarang tapi itu semua demi kebaikan mu karena kamu belum pernah keluar hutan sekali pun” dengan tangan yang mengepal sambil memukul dadanya bocah itu berkata
“Aku bisa menjaga diriku sendiri, Kipa!” si mahluk besar itu atau Kipa, nama yang bocah itu sebutkan tadi, menoleh kebelakang melirik bocah itu dan langsung memalingkan lagi wajahnya kedepan, bocah itu pun menyelesaikan pose percaya dirinya dan melanjutkan perjalanan mengikuti Kipa didepannya.

    Suara tetesan itu semakin dekat dan terdengar begitu jelas, mereka sudah tidak jauh lagi dari sumber suara itu berasal
“Kipa, aku rasa kita sudah semakin dekat”
“Ya.. Kita harus lebih berhati-hati! Kita tidak tau ada apa lagi disana” langkah demi langkah mereka bergerak mendekati sumber suara itu dan cahaya dari tubuh bocah itu terus bereaksi dengan batu disekitarnya.
Tak lama “Kipa lihat! Itu dia suara tetesan yang kita dengar dari tadi” Mereka pun mendekati hingga mereka benear-benar berada tepat didepan kolam yang berisikan cahaya biru dan berbentuk seperti air, dari atas, bebatuan yang lancip menetes cahaya biru satu per satu. “Aku kira air dari awal kita mendengarnya, suaranya mirip sekali sama tetesan air” seru bocah itu. Dengan teliti Kipa memperhatikan kolam cahaya tersebut
“Cahaya dikolam dan tetesan ini sama seperti cahaya yang mengelilingi tubuh mu”
“Betul.. Apa sebaiknya aku sentuh?”
“Tunggu dulu! Kita belum tau ini apa” Kipa melihat sekitar dan mengambil salah satu batu kecil yang berada disekitarnya dan melemparkannya ke arah kolam cahaya, saat batu itu melayang di udara, percikan cahaya biru disekujur tubuh bocah itu menyambarnya, seketika pula batu itu masuk kedalam kolam cahaya. Tidak terjadi apa-apa selama beberapa saat dan seketika saja BOOM... cahaya itu meledak mengarah keatas tidak terbendung, dinding batu yang berada dibagian atas seolah-olah tertembus, mereka berdua tersentak kaget dan melangkah mundur dengan perlahan sambil menyaksikan apa yang sedang terjadi didepan mereka, tak lama setelah ledakan itu, dinding-dinding goa mulai bergetar dan runtuh
“Ro.. Apa yang kamu tunggu lagi, ayo keluar dari sini!!” Ro yang masih terperangah melihat letupan kolam cahaya itu langsung ditarik oleh Kipa dengan memegang tangannya. Ro pun tersadar bahwa ia ditarik “Kipa tunggu...!!!” seketika saja Kipa pun berhenti
“Apa lagi? Kamu mau kita terkubur oleh runtuhan goa ini?!”
“Lihat..!!! kita tidak sedikit pun tersentuh reruntuhan ini, cahaya disekeliling tubuh ku melindungi kita” Kipa memperhatikan sekitarnya dan benar tidak ada satu pun runtuhan dinding goa itu yang menyentuh mereka berdua, setiap reruntuhan yang jatuh kearah mereka hancur lebur tidak tersisa tersambar oleh cahaya dari tubuh Ro. Mereka berdua pun berdiri diam ditempat sambil memperhatikan ledakan cahaya kolam itu, seperti tidak akan berhenti.

    Dari hutan, para penghuni hutan melihat sebuah cahaya yang menjulang tinggi keatas keluar menembus langit dari gunung itu, para penghuni hutan terheran – heran dan saling bertanya satu sama lainnya, ibu pohon pun mengutus salah satu penghuni hutan untuk memastikan tidak terjadi apa-apa pada Kipa dan Ro. Diutuslah Asa mahluk berwujud seperti bayangan yang sangat cepat seperti asap yang tertiup angina sangat kencang dan dapat diandalkan untuk mengintai, Asa langsung bergerak menuju gunung itu untuk melihat apa yang terjadi dan bagaimana keadaan Kipa juga Ro. Sementara itu para ibu pohon yang juga ditemani bapak pohon menunggu gelisah dan berharap tidak terjadi hal buruk pada mereka berdua.    

     Suara air terdengar, pria tua itu menuangkan air kedalam gelas kayu dan meminumnya, cerita terhenti sesaat, para cahaya-cahaya kecil yang sedang mendengarkan cerita dari pria tua itu terlihat begitu seru menyimak ceritanya
“Sekarang sudah larut malam, lebih baik kita semua beristirahat, akan aku lanjutkan lagi ceritanya besok” serempak cahaya-cahaya kecil itu berputar-putar mengelilingi pria tua itu seakan-akan mereka tidak mau beristirahat karena masih ingin mendengarkan lanjutan ceritanya. Pria tua itu tertawa sambil menghisap pipanya dan beranjak berdiri dari kursi goyangnya
“Hohoho... Sudah sudah.. Aku janji akan melanjutkannya esok, sekarang waktunya istirahat” para cahaya itu pun mengikuti pria tua yang mulai mematikan satu persatu lilin pencahayaan untuk beristirahat, dengan terpaksa cahaya – cahaya kecil itu kembali ketempat mereka masing-masing yang berbentuk bulat dan memiliki lubang ditengahnya sebagai pintu masuk. Tempat mereka terbuat dari serat-serat ajaib yang dapat mengeluarkan warna cahaya dari mereka yang dibikin oleh pria tua itu dan disesuaikan dengan warna mereka masing-masing, ada yang berwarna merah, ungu, kuning, biru, hijau, putih, hitam. Mereka berjumlah 7 para cahaya kecil yang tinggal dengan pria tua itu.
“Selamat isitrahat kalian semua” sambil berjalan menuju ranjangnya, pria tua itu pun melepaskan alas kakinya dan mulai merebahkan tubuhnya diranjang kayu yang sederhana tapi kokoh dan nyaman, tak lama ia pun mulai memejamkan matanya untuk menyambut hari esok, seluruh ruangan pun sudah bernuansa redup dengan cahaya dari tempat istirahat para cahaya kecil yang berwarna-warni menghiasi malam itu.


-BERLANJUT-






No comments:

Post a Comment

RO DAN KIPA - TUMBUH

TUMBUH Pagi pun menjelang, pak tua terbangun dan membuka matanya, menghirup udara segar pagi hari lalu bangkit ...